Pemenang sayembara desain Istana Negara Ibukota Baru, Nyoman Nuarta, menyodorkan konsep tentang archsculpt, yang mempertemukan antara ilmu estetika patung dengan arsitektur. Pematung itu membagi fungsi Istana Negara menjadi estetis dan pragmatis.
“Pada bagian luar gedung, sosok Garuda akan dibentuk dari bilah-bilah tembaga dalam posisi vertikal,” ujarnya dalam orasi ilmiah saat menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu 3 Juli 2021.
Menurut Nuarta, penggunaan abstraksi burung Garuda pada Istana Kepresidenan akan memberikan impresi ikonik pada sebuah istana seorang Presiden RI. Selain itu, dalam gambarannya, keunikan bangunan istana akan menarik perhatian para wisatawan, yang pada waktunya nanti akan mendorong tumbuhnya perhotelan, sarana transportasi, biro perjalanan, kios-kios cenderamata, dan kemudian nanti menghidupkan industri kecil setempat.
Seperti patung raksasa Garuda Wisnu Kencana di Uluwatu, Bali, Istana Garuda disebutnya akan mewujud sebagai karya seni monumental yang dikembangkan dari sosok burung garuda. Eksistensi Garuda Pancasila sebagai pemersatu bangsa menjadi inspirasi Istana Garuda sebagai Istana Kepresidenan. Berbeda menurutnya, dengan Istana Kepresidenan sekarang yang merupakan gedung warisan zaman kolonial.
“Zaman di mana terjadi penindasan, penjajahan, serta eksploitasi potensi negara dan bangsa kita oleh bangsa asing,” katanya merujuk pada warisan zaman itu.
Terkait fungsi pragmatis, Istana Garuda, menurut Nuarta, akan menjadi gedung tempat Presiden mengendalikan roda pemerintahan. Di dalam cangkang estetik burung Garuda, akan terdapat ruang-ruang untuk mendukung Kepala Negara melakukan aktivitas pemerintahan, termasuk sidang-sidang kabinet, dan menerima tamu negara.
Gedung juga diklaim dirancangnya secara khusus dengan membawa isu green design. Pada bagian luar gedung, yang akan dibentuk dari bilah-bilah tembaga dalam posisi vertikal, juga berfungsi sebagai sun louvre, yang merintangi paparan sinar matahari menerpa dinding kaca di belakangnya. Dengan demikian efek rumah kaca, kata Nuarta, bisa dihindari.
“Jangan khawatir, dinding kaca sebagai pelapis gedung, berupa jendela-jendela yang bisa dibuka setiap saat yang akan mengatur sirkulasi udara.” ujarnya.
Desain otomatis akan meminimalkan penggunaan air conditioner di dalam ruangan, sehingga akan terjadi efisiensi penggunaan energi. Selain itu penggunaan bahan tembaga sebagai cangkang Garuda, telah mempertimbangkan karakter logam ini yang lentur, mudah dibentuk, tahan korosi, serta menjadi konduktor yang baik. Selain itu tembaga disebutnya juga tidak mudah ditumbuhi oleh lumut atau jamur, dan tidak membutuhkan perawatan yang spesifik.
Seluruh permukaan cangkang Garuda akan berfungsi sebagai Sangkar Faraday, yang akan menangkap listrik dari petir dan kemudian dialirkan oleh bejana tembaga menuju arde di bawah tanah. “Dengan demikian kemungkinan terjadinya listrik statik bisa segera dihindarkan,” kata Nuarta.
Listrik statik dijelaskannya merupakan energi yang mengendap pada jenis konduktor seperti logam dan selama ini seringkali memicu kebakaran secara tiba-tiba. Upaya antisipasi di istana ibu kota baru sebagian telah diterapkan pada bangunan monumental seperti Garuda Wisnu Kencana dan sejauh ini dinilai berfungsi baik